Kamis, 15 Januari 2009

Karena kecewa, hukum pun dilanggar

Pro-kontra putusan vonis bebas murni atas Muchdi Pr oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan terus berlanjut. Setelah Jaksa Agung dan Kapolri, lalu giliran KY yang ditekan oleh beberapa pihak. Desakan-desakan yang mengatasnamakan masyarakat pun semakin bergulir sebagai pembenaran untuk menekan aparat hukum. Saya cuma tanya, "masyarakat mana yang dimaksud? Apakah 'masyarakat internasional', yang dimaksud? " Sebab kalau masyarakat Indonesia, tentu menginginkan aparat hukum yang bebas dari intervensi politik, pemerintah, maupun 'masyarakat Internasional'. Namun mengapa sekarang Imparsial, KontraS, Kasum--atau nama-nama lainnya itu, menyalahi dan melecehkan undang-undang negara kita. Mereka mencari simpati, tapi dengan cara mengajak publik untuk 'menghakimi' dan 'menekan'.

Putusan PN Jakarta Selatan memang tidak mungkin memuaskan semua pihak. Namanya juga hukum, pasti yang salah tidak akan puas. Namun kekecewaan itu jangan diperparah dengan melanggar hukum. Masyarakat kiranya cukup cerdas dan mengerti, bahwa yang sedang kita tonton ini adalah tindakan anarkis atas hukum yang dilakukan Usman Hamid, dkk. Kita semua benci tindakan anarkis. Maka semestinya kita benci mereka. Menangis saya menulis ini.

Pengajuan kasasi atas putusan PN Jakarta Selatan sudah sangat jelas tidak memiliki dasar hukum. Tapi karena tekanan demi tekanan terus dilancarkan akhirnya membuat aparat hukum tidak bisa profesional dalam menegakkan hukum, dan mau saja diajak bersama-sama untuk melanggar KUHP. Kita menjadi sanksi akan komitmen pemerintah yang katanya akan menjamin kepastian hukum, jika hari-hari di belakang ia terlihat ambigu dan ragu karena terjebak dalam labirin politik dan intervensi.

Pemerintah sepertinya tidak sadar telah diadu domba dan sedang diajak "berjamaah" melanggar hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar